Manusia
sangat memerlukan akhlak atau moral, karena moral begitu penting dalam
kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan manusia dari hewan.
Manusia tanpa moral pada hakikatnya adalah binatang. Dan manusia yang
membinatang ini sangat berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada
binatang buas sendiri.
Tanpa
moral, kehidupan akan kacau balau tidak saja kehidupan perseorangan tetapi juga
kehidupan masyarakat dan negara, karena orang sudah tidak peduli lagi tentang baik
buruk atau halal haram. Kalau halal haram tidak lagi dihiraukan, ini namanya
sudah Machiavellisme.
Machiavellisme
adalah doktrin Machiavelli “Tujuan Menghalalkan Cara”. Kalau ini yang terjadi,
bisa saja kemudian bangsa dan negara hancur binasa, seperti diungkapkan Ahmad
Syauqi Bek, penyair Mesir (w. 1868) dalam sebuah syairnya:
إِنَََّّا الأُمَمُ
الأَخْلاَقُ
مَا
بَقِيَتْ
وَإِنْ
هُُُوْ
ذَهَبَتْ
أَخْلاَقُ
هُمْ
ذَهَبُوا
“Keberadaan
suatu bangsa ditentukan oleh akhlak. Jika akhlak mereka telah
lenyap,
akan lenyap pulalah bangsa itu.”
Kebenaran
ucapan Ahmad Syauqi ini telah berulang kali terbukti dalam sejarah. Karena
hancurnya morallah, maka menjadi hancur berbagai umat di masa nabi-nabi dulu,
seperti kaum Ad (umat nabi Hud), kaum Tsamud (umat Nabi Shaleh), penduduk Sodom
(Umat Nabi Luth), penduduk Madyan (umat Nabi Syuaib) dan lain sebagainya.
Dalam
kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu ada kalanya
merugikan. “Kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia kepada kebiadaban”,
demikian dikatakan oleh Prof. Dr. Alexis Carrel, seorang sarjana Amerika
penerima hadiah Nobel 1948 (Idris, 1979).
Sekarang di
mana moral yang sangat penting bagi manusia ini dapat diperoleh? Moral dapat
digali dan diperoleh dalam agama, karena agama adalah sumber moral, bahkan
moral paling tangguh. Nabi Muhammad SAW diutus tidak lain juga untuk membawa
misi moral, yaitu untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
W.M. Dixon
dalam The Human Situation menulis: “Sekurang-kurangnya kita boleh
percaya bahwa agama yang benar ataupun salah, dengan ajarannya percaya kepada
Tuhan dan kehidupan akhirat yang akan datang, secara keseluruhannya kalau tidak
satu-satunya, merupakan dasar yang paling kuat bagi moral”.
Dari
tulisan Dixon di atas ini dapat diketahui bahwa agama merupakan sumber dan
dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama mengajarkan kepercayaan kepada
Tuhan dan kehidupan akhirat. Pendapat Dixon ini memang betul.
Kalau
seseorang percaya bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan yang ada itu Maha Mengetahui
segala tingkah laku manusia yang kemudian memberikan balasan kepada tiap orang
sesuai dengan amal yang dikerjakan, maka keimanan seperti ini merupakan sumber
yang tidak kering-keringnya bagi moral. Itulah sebabnya Rasullullah SAW
menegaskan:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ
إِيمَانًا
أَحْسَنُ
هُمْ
خُلُقًا
“Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling
baik
akhlaknya”
(H.R. Tirmidzi).
Agama
sebagai sumber moral tidak hanya karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan
kehidupan akhirat, melainkan juga karena adanya perintah dan adanya larangan
dalam agama. Agama sesungguhnya adalah himpunan perintah dan larangan Tuhan.
Adalah kewajiban manusia untuk taat terhadap semua perintah dan larangan Tuhan
ini. Dari sinilah kemudian juga lahir moral. Sebab apa yang diperintahkan oleh
Tuhan selalu yang baik-baik dan apa yang dilarang-Nya selalu yang buruk-buruk.
Dapat
disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat
diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama
menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan
akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
2 komentar:
agama memang sangat erat kaitannya dengan moral. saya stuju kalo agama merupakan sumber moral yang paling utama. makasi share nya kak .. keren
Sumber Referensi tulisannya mohon diserta-Kan ya Mbak.
Tetap Berkarya slalu..
Terima kasih
Posting Komentar