Manusia adalah
makhluk berakal, bahkan juga makhluk tukang bertanya. Apa saja dipertanyakan
oleh manusia dengan akalnya, untuk diketahui. Dari akal lahirlah ilmu dan
filsafat. Dengan ilmu dan filsafat ini makin besarlah keinginan manusia untuk
mengetahui segala sesuatu dan makin besar kemampuannya untuk itu.
Salah satu hal
yang ingin diketahui oleh manusia adalah apa yang bernama kebenaran. Ini adalah
masalah besar dan menjadi tanda tanya besar bagi manusia sejak zaman dahulu kala.
Apa kebenaran itu, dan di mana dapat diperoleh? Manusia dengan akal, dengan
ilmu dan filsafatnya ingin mengetahui dan mencapainya. Dan yang menjadi tujuan
ilmu dan filsafat tidak lain adalah untuk mencari jawab atas tanda tanya besar
ini, yaitu masalah kebenaran.
Tetapi sayang,
sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai kebenaran tidak membawa
hasil seperti yang diharapkan. Kemampuan ilmu dan filsafat hanyalah sampai
kepada kebenaran relatif (nisbi), padahal kebenaran relatif (nisbi) bukanlah kebenaran
yang sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya adalah kebenaran mutlak dan
universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh benar, absolut, dan berlaku
untuk semua orang.
Tampaknya
sampai kapan pun masalah kebenaran akan tetap menjadi misteri bagi manusia,
kalau saja manusia hanya mengandalkan alat yang bernama akal, atau ilmu atau
juga filsafat. Sebab, seperti yang dikatakan oleh Demokritos (460-360),
“Kebenaran itu dalam sekali letaknya, tidak terjangkau semuanya oleh manusia”
(Hatta,1959).
Penganut
Sofisme, yaitu aliran baru dalam filsafat Yunani yang timbul pada pertengahan
abad ke 5 menegaskan pula, “Kebenaran yang sebenarbenarnya tidak tercapai oleh
manusia” (Hatta, 1957). Bertrand Russel, seorang filosuf Inggris termasyhur
juga berkata: “Apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan
ialah menentukan kebajikan (haq dan batil). Segala sesuatu yang berkenaan
dengar nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan” (Fachruddin, 1966).
Sekarang,
bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertayaan ini
Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak
Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW.
Para Nabi dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada
manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya
kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang
mutlak dan universal. Tinggallah kewajiban manusia untuk beriman dan patuh terhadap
agama
kebenaran ini.
Allah SWT berfirman :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالَْْقِّ لِتَحْكُمَ ب يَْنَ النَّاسِ بَِِا أَرَاكَ اللهُ
“Sesungguhnya
telah kami turunkan Al-Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran,
agar kamu memberi kepastian hukum di antara manusia dengan
apa yang telah
ditunjukkan oleh Allah kepadamu” (Al-Nisa:
105).
Dan firman-Nya
pula :
الَْْقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتََِينَ
“Kebenaran itu
adalah dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali kamu
termasuk
orang-orang yang ragu” (Al-Baqarah: 147).
Dapat
disimpulkan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang
gagal dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya,
ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran.
Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal.
Itulah agama Islam!
0 komentar:
Posting Komentar