Sungguh
suatu hal yang sangat menakjubkan seseorang yang tidak terkenal dan tidak
sepopuler sahabat-sahabat yang lainya seperti Abu bakar, Umar bin Khatab, Usman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf dan lain sebagainya, tapi
sangat memiliki peran yang sangat luar biasa dan penting di awal dakwah
Rasulullah Saw. Tiada seorang pun yang mengira bahwa beliau adalah orang yang
meyediakan tempat rumahnya sebagai tempat yang digunakan untuk membina para
sahabat mempelajari dan memahami setiap wahyu yang turun, dan dalam literature
sejarah tak banyak namanya disebutkan. Namun jasanya dalam perkembangan awal
dakwah Islam tak bisa dilupakan dan menjadi barometer pembinaan dakwah.
Sosok Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam inilah yang kita bicarakan. Dia
lahir pada 673 Masehi. Dia seorang pedagang dan pengusaha yang sangat
berpengaruh dari kabilah bani Makhzum dari kota Mekkah.
Dalam sejarah Islam, dia termasuk kalangan yang awal masuk Islam bahkan, orang
yang ketujuh dari As-Sabiqun
al-Awwalun. Tempat tinggal beliau berlokasi tak jauh dari Bukit
Safa. Di tempat inilah para pengikut Muhammad diajarkan berbagai pemahaman
tentang agama Islam dan juga pengemblengan aqidah.
Hampir setiap malam satu demi satu para sahabat secara bergantian keluar masuk
rumah tersebut untuk dibina Rasulullah agar mereka menjadi pengemban dakwah.
Sebelumnya rumah al-Arqam ini disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam) dan setelah
dia memeluk Islam akhirnya disebut Dar al-Islam (Rumah Islam). Dari rumah
inilah madrasah pertama kali ada. Al-Arqam juga ikut hijrah bersama dengan
Rasulullah Saw ke Madinah. Beliau wafat pada tahun 675 masehi
Pada awal penyebaran Islam, Rasulullah Saw masih menyebarkan agama secara
sembunyi-sembunyi. Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para
pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada
mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an,
menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak
mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Rasulullah
Saw memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik Abdillah al-Arqam bin Abi
al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa
pun dari kalangan orang-orang kafir. Rumah milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi
al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam, tempat ilmu
pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama,
yaitu Muhammad Rasulallah Saw. Beliau sendiri yang mengajar dan mengawasi proses
pendidikan di sana. .
Mengapa Harus Rumah Al
Arqam?
Rumahnya tersebut berada di pinggiran kota Mekkah, di Bukit Safa. Dan dapat
kita bayangkan hiruk pikuknya kota Mekkah yang merupakan kota suci tujuan
sentral peziarah agama samawi, sekaligus sebagai salah satu kota transit
perdagangan kafilah-kafilah, tentunya kecil kemungkinan orang-orang akan
memperhatikan siapa dan apa yang dilakukan orang lain.
Dengan fakta seperti ini, maka dengan menggunakan kediaman Arqam bin Abi Arqam
tentunya akan sangat menguntungkan dalam menyebarkan dakwah awal secara
sembunyi-sembunyi. Pergerakan yang dilakukan di rumahnya tidak akan mudah
dicurigai oleh masyarakat, karena orang-orang tentunya tidak menyangka adanya
keterkaitan Rasulullah dengan sahabat yang satu ini.
Justru disinilah letak kemisteriusan beliau dan sekaligus kelebihan yang
dimilikinya, ketidak ternenalnya beliau memungkinkan orang orang Mekah tidak
ambil pusing dan peduli dengan keadaan di rumah beliau, terlebih rumahnya yang
jauh dari kota terletak dipinggiran.
Dan inilah kemudian menjadi pilihan Rasul untuk memilih tempat tersebut sebagai
pusat dakwah awal Islam sungguh suatu strategi dakwah yang brilian.
Mungkin ini merupakan sebuah ibrah
yang dapat kita ambil dari sahabat Rasulullah yang satu ini. Ia merupakan salah
satu orang penting dalam proses pergerakan dakwah, namun ia tidak memerlukan
sebuah ketenaran. Perannya penting, namun tidak mengharapkan pujian. Seorang
penyokong utama sebuah keberhasilan dakwah, namun riwayat hidupnya tidak
tersampaikan oleh sejarah. Sungguh sebuah kerja besar yang ikhlas.
Semoga bisa lahir di kalangan kita mujahid mujahid dakwah yang tak memerlukan
ketenaran dan popularitas tapi terus bekerja di jalan dakwah yang tak juga
memerlukan pujian tapi istiqomah dalam berjuang sebagaimana ungkapan mengatakan
“Fursanan fiinahaar wa ruhbanan fillaili” ketika siang hari berjuang bagaikan
singa yang siap menerkam musuhnya tanpa lelah, dan malam bagaikan rahib yang
beribadah tanpa putus putus kepada sang Ilahi.”
[Bernard
Abdul Jabbar]
0 komentar:
Posting Komentar