Jejak Langkah Menuju Pulau Laut

Pagi mulai menyapa, membawa senyuman dengan kehangatan, kicau burung mewakili berawalnya kehidupan. Hari ini, hari minggu seperti biasa bangun pagi, namun kali ini  aneh, karena aku belum bangun sampai pukul 05.30,  kemungkinan  ini efek dari tidur sampai larut malam untuk menonton acara favoritku dengan tujuan refreshing, karena  aku telah menyelesaikan ujian nasional jenjang SD.

Brruukk..
“Ren.... Bangun ren.....”
Tiba-tiba saja terdengar sebuah dengkuran benda keras di depan kamarku. Tidak lama setelah itu, suara panggilan yang tak asing lagi mulai menyeru namaku. “Suara ibuku.” pikirku dalam hati. Nampak melemparkan namaku ke udara di depan pintu kamar. Aku mencoba tak menghiraukan, karena kantuk yang sudah tak tertahan. Namun namaku semakin meninggi di udara bersama suara ibuku yang tak henti memanggil. Tak ada pilihan lain. Aku pun bangkit, seraya mengatur napas dan mulai menyapu mata. Kali aja ada sesuatu yang menempel berkat tidur pagiku yang nyenyak. Nampak lampu kamar masih menyala, jendela pun tertutup rapat di sela-sela cahaya mentari yang sudah menusuk masuk dari celah-celah kaca yang tertutup dinding.
“Ada apa ma?”
“Bangun sudah pagi, cepet sholat, mandi, terus makan....!” Sahut ibuku dengan cepat sambil menyapu lantai.
Akupun bergegas menuju kekamar mandi, kemudian sholat, dan terakhir makan. Setelah makan seperti biasa aku langsung melihat televisi untuk hiburan pagi. Televisi menyala hingga siang hari, karena masih ada yang menontonnya yakni aku dan adikku.
Siang hari tiba-tiba ibu memberitahu jika keluarga kami harus pindah mengikuti ayah yang telah bekerja sekitar dua bulan sebelumnya. Pindah ke Pulau Borneo bagian selatan yaitu Kotabaru yang berada di Pulau Laut.
Akupun segera membuka peta untuk mengetahui dimanakah lokasi tersebut. Tak ku sangka  ternyata  Kotabaru adalah Pulau tersendiri  yang bernama Pulau Laut.
Berpikir sejenak, menatap masa depan. “masa’ harus di Kalimantan? Kalimantan Selatan pula, tepatnya di Pulau Laut yang tersingkir dari Pulau Kalimantan yang megah dan indah jika dilihat dari kenampakan alamnya itu ”pikirku. Namun apa daya, ayah yang kerjanya sudah biasa nomaden mau tak mau harus kuturuti. “pulau besar, sepi penduduk, kelihatannya cukup misterius.” gaduhku dalam hati. Transportasi menuju pulau ini pun cukup pelik jika dipikir. Tunggangan kami satu-satunya adalah kapal laut, transportasi paling efektif jika dilihat dari segi biaya, tapi lain hal jika berurusan dengan waktu.
Sore hari keluarga kamipun segera membereskan pakaian-pakaian, peralatan yang diperlukan dan perabotan-perabotan yang ringan dan masih dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Kami harus bertindak secepat kilat untuk membereskan rumah, karena hari berikutnya tepatnya hari Senin kami harus sudah berangkat menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Dan kami harus sudah berangkat pada esok hari sekitar pukul 18.00,
Aku kemudian  bertanya pada ibuku “Ma, kalau pindah, terus sekolahku gimana?” “Mama sudah selesaikan semuanya termasuk sekolahmu, adikmu, dan kakakmu. Jadi kamu tenang aja. “ Jawab ibuku sambil merapikan baju.  Pada saat aku pindah, pendidikan saat itu yang ku tempuh adalah SMP tepatnya kelas satu karena aku telah dinyatakan lulus oleh SD ku dan telah mengantongi ijazah. 
Esok hari sekitar pukul 16.00 aku bersama keluasrga berangkat menuju Pelabuhan Tanjung Perak, karena pada jadwal kapal berangkat pukul 18.00.
Sekitar satu jam kemudian kami pun sampai di Pelabuhan Tanjung Perak. Ternyata sesampainya disana kami menunggu sangat lama. “berapa jam lagi?” tanyaku pada ibu. “kapalnya mungkin molor, sekarang aja belum sandar.”jawab ibu. Aku hanya bisa diam ternganga, capek plus-plus yang aku rasakan sekarang. Menunggu di ruang sempit selama 5 jam, manusianya bejibun disitu pula. Setelah sekian lama menunggu kapal di Pelabuhan Tanjung Perak-Surabaya,akhirnya pukul 03.00 WIB hari berikutnya, kami digiring masuk menuju kapal. Ketika berada  di samping kapal akupun sangat takjub, karena kapal yang kutumpangi sangat besar, ukurannya kutaksir mencapai 4 kali lipat dari ukuran kapal feri yang pernah kutumpangi ketika perjalanan ke Pulau Bali. Kamipun harus secepat kilat sampai ke dalam kapal. Jika tidak, kami harus tersingkir dari persaingan memperebutkan hadiah bergilir yaitu tempat tidur. Tak lama kemudian kapalpun mulai berlayar.
Selama perjalanan lautan bagai hal yang sangat menakjubkan juga menakutkan karena sewaktu-sewaktu lautan tersebut dapat melahap kapal sewaktu-waktu.   Namun hayalan itu cepat  sirna karena kecantikan laut yang menghiasi mataku.  akupun menikmati keindahan laut dengan berada pada deck-deck yang berada di bagian kanan kiri kapal. Namun jika menikmati dengan berda di deck tidak dapat leluasa, jadi aku lebih senang untuk menikmati indahnya lautan dengan air laut yang benar-benar  biru dengan berada pada buritan kapal. Kapal dilengkapi dengan kafe, mushola, kamar mandi, dapur, tempat tidur  penumpang yang berada didalam anjungan, tempat parkir yang berada dibagian paling bawah, yang dapat menampung motor, mobil, truk, hingga bus.
Selama hampir 23 jam, akhirnya terlihatlah tanah Borneo. “eksotik, penuh harapan” kataku. Namun semua angan-anganku itupun buyar ditengah jalan. Ternyata perkampungan di Kalimantan tak seindah yang aku bayangkan. Rumah warga di sekitar pelabuhan yang terbuat dari kayu kalimantan kokoh itu, menancap pada genangan air yang tak taulah itu sungai atau danau, atau yang lainnya. Banyak sampah digenangan air itu. Aku pun berpikir “apakah orang-orang disini tidak risih? baunya saja sudah kelewat batas gini, nggak sehat sama sekali”. “apa nggak pernah diadakan kerja bakti tiap minggu?, nggak sehat banget” gerutuku dalam hati.
Perjalananku belum usai, ayah menjemput kami dengan mobil dinas lalu menuju pelabuhan feri terdekat untuk menyeberang. Kalau dilihat dari peta, dari Pulau Kalimantan bagian selatan itu ke Pulat Laut sama artinya menyeberang dari Pulau Jawa bagian timur ke Pulau Bali.
Setelah satu jam lamanya, kami turun dari kapal feri, perjalanan masih berlanjut. Dari Pelabuhan Tanjung Serdang, tempat pemberhentian feri, kami menuju kabupaten Kotabaru, pusat pemerintahan daerah. Butuh waktu sekitar satu setengah jam. Jalan yang dilewati pun menggugah adrenalin. Melewati turunan, tanjakan, hingga jalan berkelok-kelok. Tak lupa disekitarnya terhamapar luas tanah yang tak terurus, sudah seperti hutan. Memang ada perkampungan, tetapi tak banyak ditemukan. Banyak sekali anjing berkeliaran, tapi ternyata mereka jinak, seperti kucing di Jawa.
Ditengah perjalanan kamipun memutuskan singgah disalah satu depot pinggir jalan  untuk beristirahat dan megisi perut. Setelah selesai mengisi perut kami segera meneruskan perjalanan. Akhirnya, kami sekeluarga sampai di Kotabaru, berbeda sekali dengan jalan yang kami lewati tadi. Disini, banyak penduduk, toko-toko, pasar, hingga alun-alun kota yang disebut Siring Laut, juga menghiasi daerah ini. Jalannya pun, cukup tertata rapi, namun masih tak bisa disandingkan dengan keindahan kota-kota di Jawa. Pembangunan disana, masih terbatas karena putra daerah yang menempuh pendidikan di Jawa pun rata-rata tak mau kembali jika sudah sukses di Jawa. Rasanya sumber daya alamnya sangat banyak, namun kualitas sumber daya manusianya belum sepenuhnya baik.
Sesampainya di rumah dinas Ayah, kami langsung disuguhkan dengan perabotan rumah yang berantakan. Maklum, keluarga yang baru pindah dari Jawa ini membawa banyak barang bawaan. Menata, menata, dan menata yang kami kerjakan. Usai menata, akupun langsung melakasanakan sholat asar. Setelah sholat asar aku melanjutkan untuk mandi. Kemudian, aku merebahkan badan pada kasur empuk diatas rumah kayu itu karena terlalu lelah. Akhirnya, akupun tertidur pulas.
Setelah terbangun dari tidur lelap kelelahanku, aku baru tersadar bahwa inilah bumi baru yang aku jejaki. Bumi Lambung Mangkurat dimana Gunung Bamega bertengger dengan indahnya. Rasanya seperti mimpi, tetapi semakin ku belalakkan mataku, makin ku sadari inilah tanah baru yang aku langkahi. Pulau Laut nan indah, eksotik, dengan beragam aneka tetumbuhan hutan perawan berpadu kebun-kebun sawit bernilai ekonomi tinggi diantara bongkahan-bongkahan batu bara yang dicari manusia dari  banyak belahan bumi untuk kebutuhan industri dan energi.
Pulau Laut........ Oh Pulau Laut, tanahmu yang tak seberapa terhampar luas dan benar-benar dikepung oleh laut dan memberiku inspirasi bahwa inilah setitik anugerah dari Ilahi untuk umat-Nya di bumi Borneo.

0 komentar:

Posting Komentar

featured-content

About


Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/12/widget-clock-islami-allahuakbar.html#ixzz2qSiGQjX7
Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Followers

Become a Fan

http://www.free-counter-plus.com

Translate