Siapa yang tak kenal Hanung Bramantyo?
Sutradara perfilman yg sudah banyak menghasilkan karyanya di
bioskop-bioskop Indonesia. Namun, ada kejanggalan dari hasil-hasil
karyanya. Semakin hari, karya sutradara Hanung Bramantyo semakin
menunjukkan upaya untuk memojokkan umat Islam di Indonesia.
Dalam film itu ada salah satu adegan
yang mempertontonkan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang ini, Hanung menggambarkan
ada sosok yang bersorban kemudian berteriak-teriak mau menegakkan
syariat Islam Indonesia dengan alasan pemeluk Islam Indonesia merupakan
mayoritas. Pasca orang ini berpidato, suasana menjadi rusuh, sebelum
akhirnya ditenangkan oleh Soekarno.
Anggota BPUPKI itu, lanjut Suja,
kemudian dibagi menjadi lima golongan, yaitu golongan pergerakan,
golongan Islam, golongan birokrat, wakil kerajaan, pangreh praja, dan
golongan peranakan. Untuk golongan peranakan, hadir empat orang
peranakan Tionghoa, satu orang peranakan Arab dan satu orang peranakan
Belanda.
Dalam hal merespons permintaan ketua
sidang mengenai dasar negara, ada beberapa tokoh yang mengemukakan
tentang pentingnya Ketuhanan sebagai dasar kenegaraan. Mereka adalah
Muhammad Yamin, Wiranatakoesuma, Soerio, Soesanto Tirtoprodjo, Dasaad,
KS Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykarama, Abdul Kadir, KS Sanoesi, Ki
Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo dan Muhammad Hatta.
“Lalu siapa orang yang bersorban apa
adanya di film Hanung yang berteriak-teriak mau menegakkan syariat Islam
itu? Benar-benar film murahan, karena sejatinya dasar-dasar negara itu
di dialogkan secara elegan dan penuh kesantunan, dan masih dalam bingkai
kebangsaan,” kata Suja kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Rabu, 19/12).
Suja pun bertanya, apa motif dan alasan Hanung menampilkan perwakilan Islam dalam sidang BPUPKI itu secara murahan.
“Apakah Hanung tidak paham sejarah atau
secara sadar dan sengaja memutarbalikkan sejarah? Bila dasar pertama
yang menjadi alasan, maka Hanung tak pantas membuat film sejarah. Bila
alasan kedua yang menjadi alasan, maka Hanung benar-benar berbuat
kejahatan kenegaraan karena mau memanipulasi sejarah,” sambung Suja
dengan tegas.
Bahkan, Suja menambahkan, penggemaran
sosok Fatwamati dalam film itu benar-benar nista. Fatmawati, kader
Muhammadiyah yang juga puteri dari tokoh Muhammadiyah Bengkulu, Hassan
Din, digambarkan oleh Hanung sebagai sosok yang tidak jauh beda dengan
figur Abege dalam sinetron-sinetron kacangan yang selama ini beredar.
“Memang tak aneh, produser film Soekarno ini juga adalah Ram Punjabi, yang biasa membuat film kacangan,” demikian Suja. [ysa/rmol/dp/dais]
Sumber : daulahislam.com
0 komentar:
Posting Komentar